WELCOME TO MY BLOG. SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT BAGI ANDA DAN JANGAN LUPA UNTUK MENINGGALKAN KOMENTAR ANDA.

Monday, June 4, 2012

Malu Menurut ajaran Islam

Ga  trasa yaa  udah lama skali saya tidak ngepost. Saya minta maaf kepada para pengunjung, soal nya blakangan ini saya sibuk bgt.  Jadi ga sempat bahkan lupa untuk ngepost  di blog.
Nah, kebetulan saya ingin membagikan sdikit yg baru saya pelajari.  Kali ini  postingan saya agak sedikit yang tidak begitu penting.  Karna saya tidak tahu apa yg mau saya posting. 
Saya akan membahas ttg suatu sifat yang tidak asing lagi, bahkan sifat  yang dimiliki setiap manusia, yaitu malu. Mari kita bahas bersama – sama.



A. Pengertian Malu
Malu adalah satu kata yang mencakup perbuatan menjauhi segala apa yang dibenci.  Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata, “Malu berasal dari kata hayaah (hidup), dan ada yang berpendapat bahwa malu berasal dari kata al-hayaa (hujan), tetapi makna ini tidak masyhûr. Hidup dan matinya hati seseorang sangat mempengaruhi sifat malu orang tersebut. Begitu pula dengan hilangnya rasa malu, dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang. Sehingga setiap kali hati hidup, pada saat itu pula rasa malu menjadi lebih sempurna.
Al-Junaid rahimahullâh berkata, “Rasa malu yaitu melihat kenikmatan dan keteledoran sehingga menimbulkan suatu kondisi yang disebut dengan malu. Hakikat malu ialah sikap yang memotivasi untuk meninggalkan keburukan dan mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya.
Kesimpulan definisi di atas ialah bahwa malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela, sehingga mampu menghalangi seseorang dari melakukan dosa dan maksiat serta mencegah sikap melalaikan hak orang lain.
B. Keutamaan Malu
1). Malu pada hakikatnya tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan. Malu mengajak pemiliknya agar menghias diri dengan yang mulia dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang hina.                                                                                                                                             Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,                                                     “Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.”   (Muttafaq ‘alaihi)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,   “Malu itu kebaikan seluruhnya.           ”[Shahîh: HR.al-Bukhâri (no. 6117) dan Muslim (no. 37/60), dari Shahabat ‘Imran bin Husain]
Malu adalah akhlak para Nabi , terutama pemimpin mereka, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih pemalu daripada gadis yang sedang dipingit.
2). Malu adalah cabang keimanan.
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.

3). Malu adalah akhlak para Malaikat.                                                                                                 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Apakah aku tidak pantas merasa malu terhadap seseorang, padahal para Malaikat merasa malu kepadanya.” [Shahîh: HR.Muslim (no. 2401)]
4). Malu senantiasa seiring dengan iman, bila salah satunya tercabut hilanglah yang lainnya.  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,   “Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya.”
C. Malu Itu Ada Dua Jenis
1). Malu yang merupakan tabiat dan watak bawaan.  Malu seperti ini adalah akhlak paling mulia yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada seorang hamba. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan.
Malu seperti ini menghalangi seseorang dari mengerjakan perbuatan buruk dan tercela serta mendorongnya agar berakhlak mulia. Dalam konteks ini, malu itu termasuk iman. Al-Jarrâh bin ‘Abdullâh al-Hakami berkata, “Aku tinggalkan dosa selama empat puluh tahun karena malu, kemudian aku mendapatkan sifat wara’ (takwa).”[Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (I/501).]
2). Malu yang timbul karena adanya usaha.   Yaitu malu yang didapatkan dengan ma’rifatullâh (mengenal Allah) dengan mengenal keagungan-Nya, kedekatan-Nya dengan hamba-Nya, perhatian-Nya terhadap mereka, pengetahuan-Nya terhadap mata yang berkhianat dan apa saja yang dirahasiakan oleh hati. Malu yang didapat dengan usaha inilah yang dijadikan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai bagian dari iman. Siapa saja yang tidak memiliki malu, baik yang berasal dari tabi’at maupun yang didapat dengan usaha, maka tidak ada sama sekali yang menahannya dari terjatuh ke dalam perbuatan keji dan maksiat sehingga seorang hamba menjadi setan yang terkutuk yang berjalan di muka bumi dengan tubuh manusia. Kita memohon keselamatan kepada Allah Azza wa Jalla.
Rasa malu telah menghalanginya untuk membuat kedustaan atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena ia malu jika dituduh sebagai pendusta.
D. Konsekuensi Malu Menurut Syari’at Islam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya : “Hendaklah kalian malu kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu. Barang-siapa yang malu kepada Allah k dengan sebenar-benar malu, maka hendaklah ia menjaga kepala dan apa yang ada padanya, hendaklah ia menjaga perut dan apa yang dikandungnya, dan hendaklah ia selalu ingat kematian dan busuknya jasad. Barangsiapa yang menginginkan kehidupan akhirat hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang mengerjakan yang demikian, maka sungguh ia telah malu kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu.”
E. Malu Yang Tercela
Qâdhi ‘Iyâdh rahimahullâh dan yang lainnya mengatakan, “Malu yang menyebabkan menyia-nyiakan hak bukanlah malu yang disyari’atkan, bahkan itu ketidakmampuan dan kelemahan. Adapun ia dimutlakkan dengan sebutan malu karena menyerupai malu yang disyari’atkan.”[26] Dengan demikian, malu yang menyebabkan pelakunya menyia-nyiakan hak Allah Azza wa Jalla sehingga ia beribadah kepada Allah dengan kebodohan tanpa mau bertanya tentang urusan agamanya, menyia-nyiakan hak-hak dirinya sendiri, hak-hak orang yang menjadi tanggungannya, dan hak-hak kaum muslimin, adalah tercela karena pada hakikatnya ia adalah kelemahan dan ketidakberdayaan. [Lihat Qawâ’id wa Fawâid (hal. 182)]
Di antara sifat malu yang tercela adalah malu untuk menuntut ilmu syar’i, malu mengaji, malu membaca Alqur-an, malu melakukan amar ma’ruf nahi munkar yang menjadi kewajiban seorang Muslim, malu untuk shalat berjama’ah di masjid bersama kaum muslimin, malu memakai busana Muslimah yang syar’i, malu mencari nafkah yang halal untuk keluarganya bagi laki-laki, dan yang semisalnya. Sifat malu seperti ini tercela karena akan menghalanginya memperoleh kebaikan yang sangat besar.
Tentang tidak bolehnya malu dalam menuntut ilmu, Imam Mujahid rahimahullah berkata, yang  Artinya : “Orang yang malu dan orang yang sombong tidak akan mendapatkan ilmu.” Ummul Mukminin ‘Âisyah radhiyallâhu ‘anha pernah berkata tentang sifat para wanita Anshâr,Artinya : “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshâr. Rasa malu tidak menghalangi mereka untuk memperdalam ilmu Agama.”  Para wanita Anshâr radhiyallâhu ‘anhunna selalu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ada permasalahan agama yang masih rumit bagi mereka. Rasa malu tidak menghalangi mereka demi menimba ilmu yang bermanfaat.

Semoga  bermanfaat bagi Anda. 
Alangkah baik nya jika anda meninggalkan komentar anda untuk perbaikan supaya lebih baik lagi dari yg sebelum nya.

NB: Kepada para pengunjung disaran kan untuk tidak meninggalkan Link, URL, atau semacam nya. Karna itu dapat mengganggu kebaikan sesame Blog.  Sekian  dan Terima Kasih.

1 comment:

Alangkah baiknya jika anda meninggalkan komentarnya di kotak komentar yang telah disediakan, agar kedepannya blog ini bisa lebih baik lagi dan ingat, jika anda ingin menuliskan komentar, tolong jangan menuliskan Live Link ataupun URL yang hidup yang menggunakan www. ataupun http:// , karena itu dapat mengganggu kinerja saya dan kenyamanan anda. Terima Kasih.

Salam Kreasi